Menuju Pulau Siberut: 20 Jam di Atas Kapal

Hujan masih mengguyur Padang malam itu ketika saya, Anti dan pendamping kami berangkat menuju pelabuhan Muara Padang. Ya, hujan rupanya tak menghentikan kami untuk berangkat menuju Pulau Siberut di Kepulauan Mentawai, sebelah barat Pulau Sumatera. Pelabuhan ramai oleh penumpang kapal, pengantar maupun pedagang yang berjejer di sana.

Dek feri kayu Sumber Rejeki yang kami naiki pun sudah sesak oleh penumpang, berdesakan dengan tumpukan barang dan hewan ternak. Selasar sudah dipenuhi penumpang yang lesehan, sepertinya sudah mengambil tempat sejak sore hari. Satu jam menjelang jadwal kapal berangkat, rombongan kami sudah duduk di dalam kamar kapal feri.

Rupanya cuaca malam itu sedang tak bersahabat bagi para musafir. Beberapa menit menuju jam delapan malam, Kapten kapal feri mengumumkan adanya badai di laut. Perjalanan kami ditunda hingga jam tiga pagi esok harinya. Itu berarti kami harus bermalam di kamar ini, di Pelabuhan Muara Padang.

Feri Sumber Rejeki yang membawa kami ke Mentawai

Inilah pertama kalinya saya menaiki feri yang terbuat dari kayu. Tak urung, rasa takut menyeruak terutama melihat bagaimana penuhnya penumpang di dek dan di selasar. Ya, memang walau penuh belum tentu kapal kelebihan beban, hanya saja saya tak biasa. Cuaca buruk yang kami temui setiap malam di Sumatera Barat juga menambah kekhawatiran saya.

Selama di perjalanan saya mengingat-ngingat, di mana kiranya bisa ditemukan pelampung untuk penumpang kapal? Tidak adakah petunjuk keselamatan seperti di pesawat? Apa yang harus dilakukan bila terjadi badai di laut? Saya benar-benar newbie untuk urusan naik feri kayu seperti ini. Namun guide kami menenangkan saya dengan menyatakan kapten tidak akan mengambil resiko menembus badai di laut. Paling mungkin adalah menunda keberangkatan.

Tepat jam tiga pagi esok harinya, kapal berangkat menuju Pulau Siberut. Kapal maju perlahan, senantiasa bergoyang goyang. “Kriet..kriet..” bunyi dari gesekan kayu tempat tidur menambah riuh suara di sekeliling. Deburan ombak ke dinding kapal bersahutan dan membuat saya semakin deg-degan. Selama beberapa saat di siang hari, kapal berhenti di laut untuk menghindari badai yang di depan.

Kapal menuju Mentawai hanya ada satu setiap harinya. Bersama beberapa kapal feri lain, kapal kayu ini menjadi alat transportasi utama Padang – Siberut dan sebaliknya. Untuk kalangan berpunya, tersedia Mentawai Express dan yacht dengan tarif yang lebih mahal. Kabarnya, sesekali ada turis asing yang menumpang kapal kayu ini.

Hutan bakau di sekitar Pelabuhan Maillepet

Muara Siberut, persinggahan kami selanjutnya

Kapal kayu Sumber Rejeki ini lalu merapat di Pelabuhan Maillepet, Pulau Siberut sekitar jam tiga sore. Butuh waktu 12 jam perjalanan dari Padang ke Pulau Siberut yang berjarak 135 km itu. Kelelahan dan kekhawatiran di perjalanan seketika terbayar begitu melihat birunya langit dan laut di Mentawai serta hijaunya hutan yang menyapa dari kejauhan. Sungguh indah.

2 thoughts on “Menuju Pulau Siberut: 20 Jam di Atas Kapal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Are you human? * Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: